
Abstrak adalah “wajah pertama” dari sebuah artikel ilmiah. Melalui abstrak yang menarik, pembaca bisa menentukan apakah penelitianmu layak dibaca lebih lanjut atau tidak. Pelajari cara menulis abstrak yang efektif, ringkas, dan menggugah minat akademisi.
Dalam dunia akademik, abstrak sering kali menjadi “penentu hidup dan mati” sebuah artikel ilmiah.
Sebelum pembaca memutuskan untuk mengunduh atau membaca lebih lanjut, mereka akan terlebih dahulu melihat abstrak.
Jika bagian ini membosankan, tidak fokus, atau terlalu panjang, besar kemungkinan artikelmu akan terlewat — meskipun isinya sangat berbobot.
Menulis abstrak bukan sekadar merangkum isi penelitian, tapi juga menyajikan esensi riset dengan bahasa yang singkat, padat, dan menarik. Di sinilah seni akademik berpadu dengan strategi komunikasi.
Bayangkan kamu mencari referensi di Google Scholar. Dalam satu halaman, ada ratusan artikel dengan topik serupa. Apa yang pertama kamu baca? Ya, abstraknya.
Abstrak berfungsi sebagai:
Faktanya, menurut Elsevier Research Trends (2024), 70% pembaca jurnal hanya membaca abstrak dan kesimpulan tanpa membuka isi lengkapnya. Jadi, jika abstrakmu gagal menarik perhatian, penelitianmu bisa saja tenggelam.
Abstrak yang baik mengikuti urutan logis yang memudahkan pembaca memahami keseluruhan riset. Berikut struktur ideal yang umum digunakan:
Contoh singkat:
“Perkembangan teknologi digital telah mengubah pola konsumsi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh media sosial terhadap perilaku belanja online generasi Z. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif pada 250 responden, hasil menunjukkan bahwa interaksi digital berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian. Temuan ini menegaskan pentingnya strategi digital marketing yang adaptif terhadap perilaku generasi muda.”
Ringkas, jelas, dan langsung ke inti.
Salah satu kesalahan umum mahasiswa atau peneliti pemula adalah menggunakan bahasa yang terlalu rumit di abstrak.
Padahal, abstrak harus mudah dibaca dan mudah dipahami bahkan oleh pembaca di luar bidangmu.
Gunakan kalimat aktif dan hindari jargon yang tidak perlu.
Contoh kalimat yang tidak efektif:
“Dapat diobservasi bahwa fenomena digitalisasi komersial memberikan kontribusi signifikan terhadap pola konsumsi masyarakat urban.”
Lebih baik ditulis:
“Digitalisasi terbukti memengaruhi pola konsumsi masyarakat perkotaan secara signifikan.”
Simpel tapi kuat.
Setiap jurnal memiliki ketentuan berbeda, tetapi umumnya panjang abstrak berkisar antara 150–250 kata.
Abstrak yang terlalu pendek tidak cukup menjelaskan konteks, sedangkan yang terlalu panjang akan membingungkan pembaca.
Gunakan setiap kalimat untuk menyampaikan informasi yang penting.
Kamu bisa mengikuti rumus 5 kalimat emas:
Abstrak ilmiah tidak harus kaku. Kamu bisa menambahkan sedikit unsur yang menggugah rasa ingin tahu.
Misalnya dengan kalimat pembuka yang memunculkan “masalah besar” yang sedang kamu jawab.
Contoh:
“Di era di mana kecerdasan buatan mulai menggantikan pekerjaan manusia, bagaimana mahasiswa mempersiapkan diri menghadapi perubahan ini?”
Kalimat semacam ini langsung memancing perhatian pembaca, sebelum kamu melanjutkan ke konteks ilmiah.
Beberapa kesalahan paling sering terjadi dalam penulisan abstrak adalah:
Ingat, abstrak bukan ruang untuk menjelaskan seluruh penelitian, tetapi cukup memberikan gambaran yang padat dan menggoda.
Selain abstrak, jurnal biasanya meminta 3–5 kata kunci.
Kata kunci ini penting agar artikelmu mudah ditemukan di basis data akademik seperti Scopus, DOAJ, atau Google Scholar.
Tips memilih kata kunci:
Contoh: Digital Marketing, Consumer Behavior, Generation Z, E-Commerce, Social Media.
Tahukah kamu bahwa abstrak juga bisa dioptimalkan untuk mesin pencari?
Ya, konsep academic SEO kini menjadi penting agar penelitianmu mudah ditemukan.
Caranya:
Dengan strategi ini, artikelmu bisa muncul di hasil pencarian teratas Google Scholar.
Gunakan bantuan AI seperti Grammarly, Quillbot, atau ChatGPT (mode akademik) untuk menyempurnakan tata bahasa.
Namun, tetap lakukan review manual oleh rekan sejawat agar abstrakmu tetap terdengar alami dan sesuai konteks akademik.
Kombinasi manusia + AI akan menghasilkan abstrak yang rapi, efisien, dan menarik secara linguistik.
Abstrak adalah jendela pertama yang membuka jalan bagi pembaca untuk memahami nilai penelitianmu.
Dengan abstrak yang kuat, singkat, dan menggugah, kamu tidak hanya menarik perhatian editor jurnal, tetapi juga memperluas dampak ilmiah karya yang kamu tulis.
Kuncinya adalah keseimbangan: ilmiah tapi tetap manusiawi, padat tapi tetap menarik.
Karena di balik setiap penelitian hebat, ada abstrak yang mampu membuat orang ingin tahu lebih dalam.
1. Apakah abstrak boleh menggunakan kutipan teori?
Tidak disarankan. Abstrak sebaiknya berisi hasil asli penelitianmu, bukan teori orang lain.
2. Haruskah mencantumkan metode secara detail?
Cukup sebut pendekatannya, misalnya “kuantitatif dengan survei” atau “kualitatif melalui wawancara”.
3. Apakah abstrak perlu data numerik?
Ya, bila memungkinkan tambahkan satu angka penting untuk memperkuat hasil penelitian.
4. Apakah boleh menggunakan bahasa non-formal di abstrak?
Tidak. Gunakan bahasa baku dan profesional, meskipun bisa dibuat lebih ringan dan komunikatif.
5. Apakah abstrak menentukan diterima atau tidaknya artikel di jurnal?
Sering kali, ya. Editor pertama kali menilai kualitas artikel dari abstrakmu.