Cara Menerjemahkan Hasil Penelitian agar Mudah Dipahami Pembuat Kebijakan

Cara Menerjemahkan Hasil Penelitian

Menerjemahkan hasil penelitian ke dalam bahasa yang mudah dipahami pembuat kebijakan adalah langkah strategis untuk meningkatkan dampak akademik dalam pengambilan keputusan publik. Tanpa komunikasi yang efektif, riset hanya akan berakhir di rak perpustakaan.

Artikel ini membahas metode dan strategi praktis yang bisa digunakan oleh akademisi dan peneliti agar karya ilmiahnya dapat dimanfaatkan secara nyata oleh para pemangku kebijakan.

Mengapa Bahasa Ilmiah Perlu Disederhanakan?

Bahasa dalam publikasi ilmiah umumnya:

  • Menggunakan istilah teknis atau jargon yang tidak umum.
  • Memiliki struktur dan gaya penulisan yang kompleks.
  • Tidak langsung menjawab kebutuhan kebijakan secara eksplisit.

Pembuat kebijakan memiliki keterbatasan waktu dan latar belakang akademik yang berbeda. Jika hasil riset tidak dikomunikasikan secara sederhana dan aplikatif, maka potensi dampaknya bisa hilang.

Strategi Efektif Menerjemahkan Riset untuk Kebijakan

1. Gunakan Bahasa Non-Teknis Tanpa Kehilangan Substansi

Hindari istilah akademik yang sulit dan buat padanan yang umum dipahami. Misalnya:

  • “Multivariat regresi logistik” → “analisis hubungan berbagai faktor”.
  • “Efek mediasi” → “pengaruh perantara”.

2. Buat Policy Brief

Policy brief adalah ringkasan hasil riset sepanjang 2-4 halaman yang menjawab:

  • Apa masalahnya?
  • Apa temuan riset?
  • Apa rekomendasinya?

Policy brief terbukti efektif digunakan oleh banyak lembaga seperti LIPI, Bappenas, dan The Conversation.

Baca juga: Bagaimana Akademisi Bisa Terlibat dalam Pembuatan Kebijakan?

3. Visualisasikan Data Secara Menarik

  • Gunakan grafik batang, pie chart, atau infografik sederhana.
  • Fokus pada tren dan implikasi, bukan detail teknis.
  • Sertakan narasi visual yang menjelaskan “mengapa ini penting”.

4. Kaitkan dengan Dampak Nyata

Jelaskan secara langsung:

  • Dampak temuan riset terhadap kebijakan.
  • Siapa yang akan terdampak (masyarakat, ekonomi, lingkungan).
  • Biaya dan manfaat dari penerapan rekomendasi.

5. Gunakan Studi Kasus

Studi kasus membuat temuan riset terasa lebih konkret. Misalnya:
“Hasil penelitian menunjukkan bahwa program pelatihan wirausaha di desa X meningkatkan pendapatan rumah tangga sebesar 35% dalam waktu 6 bulan.”

Contoh Keberhasilan Praktik Ini

Contoh 1: Policy Brief LIPI untuk Sektor Energi

LIPI merangkum riset energi terbarukan dalam bentuk policy brief yang kemudian digunakan oleh Kementerian ESDM untuk menyusun roadmap energi nasional.

Contoh 2: Riset UI tentang Transportasi dan Integrasi Moda

Penelitian dari Fakultas Teknik UI dikemas ulang dalam bentuk infografik yang menarik untuk diserahkan kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Hasilnya, integrasi moda transportasi di Jabodetabek jadi prioritas pembangunan.

Tips Lainnya: Cara Menyampaikan Riset dengan Efektif ke Pengambil Kebijakan

  1. Kenali Audiens Utama
    Pelajari latar belakang dan preferensi pembuat kebijakan agar penyampaian lebih tepat sasaran.
  2. Gunakan Format Presentasi Pendek (Pitching)
    Sajikan temuan penting dalam waktu 3–5 menit secara langsung.
  3. Tulis Opini atau Artikel Populer
    Tulis di media seperti The Conversation, Kompas, atau Detik untuk menjangkau pemangku kepentingan.
  4. Libatkan Pembuat Kebijakan Sejak Awal Proyek Riset
    Ini memperkuat rasa memiliki terhadap hasil riset.
  5. Bangun Jejaring dan Kepercayaan
    Relasi yang kuat dengan pemangku kebijakan memperbesar peluang riset diterapkan.

Infografik tentang penyampaian riset kepada pembuat kebijakan


Sumber: Unsplash.com

Kesimpulan

Menerjemahkan hasil riset menjadi bentuk yang mudah dipahami bukanlah bentuk menyederhanakan makna, tetapi menjembatani dunia akademik dengan dunia kebijakan. Tujuannya adalah agar riset memberikan dampak nyata dalam pengambilan keputusan.

Jika peneliti ingin risetnya berguna, maka kemampuan komunikasi menjadi sama pentingnya dengan metodologi penelitian itu sendiri.

FAQ (Pertanyaan Umum)

1. Apa itu policy brief?
Dokumen ringkas yang menjelaskan masalah, temuan, dan rekomendasi kebijakan dari suatu penelitian.

2. Apakah semua peneliti harus bisa menyederhanakan risetnya?
Idealnya, ya. Namun, peneliti juga bisa berkolaborasi dengan komunikator sains atau jurnalis sains.

3. Apakah menyederhanakan riset berarti mengurangi kualitas ilmiahnya?
Tidak, selama substansi dan akurasi tetap dipertahankan.

4. Siapa saja yang bisa membuat policy brief?
Akademisi, lembaga penelitian, mahasiswa S2/S3, atau LSM.

5. Di mana bisa belajar membuat policy brief?
Ada pelatihan dari lembaga seperti Kemendikbudristek, UNESCO, atau online di Coursera dan FutureLearn.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Chat WhatsApp
WhatsApp