
Banyak peneliti bekerja keras mengumpulkan data, menganalisis hasil, dan menulis laporan. Tapi, sering kali lupa satu hal penting: bagaimana cara mengkomunikasikan hasil penelitian kepada publik.
Penelitian yang hebat tidak akan punya dampak jika hanya disimpan di rak perpustakaan atau terbit di jurnal yang tidak dibaca masyarakat umum. Padahal, publik punya hak untuk tahu, dan peneliti punya tanggung jawab untuk menyampaikan.
Artikel ini akan membahas cara mengkomunikasikan hasil penelitian kepada publik secara menyeluruh. Bahasannya santai, tapi isinya padat dan aplikatif. Kita akan kupas dari strategi komunikasi, pemilihan media, hingga gaya penyampaian yang ramah publik.
Pertama-tama, mari luruskan dulu mindset: penelitian bukan hanya untuk akademisi.
Ketika kamu melakukan penelitian, terutama yang dibiayai dana publik atau menyangkut masyarakat, maka hasilnya harus bisa dimengerti dan dimanfaatkan oleh publik.
Beberapa alasan kenapa komunikasi hasil riset penting:
Menyebarkan manfaat ilmu pengetahuan
Mendorong perubahan kebijakan berbasis data
Meningkatkan literasi publik
Memperkuat kredibilitas peneliti dan institusi
Menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap sains
Jadi, bukan sekadar formalitas. Komunikasi penelitian itu bagian dari tanggung jawab keilmuan.
Sebelum kita masuk ke tips dan strategi, ada baiknya kamu tahu kesalahan umum yang sering terjadi:
Bahasa terlalu teknis
Banyak peneliti terbiasa menulis dengan gaya jurnal ilmiah. Padahal, publik tidak selalu familiar dengan istilah akademik.
Tidak menyesuaikan dengan audiens
Komunikasi kepada pembuat kebijakan berbeda dengan komunikasi kepada petani, guru, atau remaja.
Tidak punya strategi media
Beberapa peneliti hanya mengandalkan presentasi seminar atau unggahan PDF tanpa menjangkau media massa atau platform digital.
Minim storytelling
Hasil riset yang dikemas dalam cerita lebih mudah dipahami dan diingat daripada sekadar tumpukan data.
Berikut adalah strategi dan tahapan agar komunikasi hasil penelitian kamu bisa tepat sasaran dan berdampak.
Langkah pertama dalam cara mengkomunikasikan hasil penelitian kepada publik adalah mengenali siapa target utamanya. Apakah:
Masyarakat umum?
Pelajar dan mahasiswa?
Pembuat kebijakan?
Komunitas lokal tertentu?
Media?
Setiap kelompok punya latar belakang dan kebutuhan informasi yang berbeda. Dengan mengetahui siapa audiensmu, kamu bisa menentukan pendekatan terbaik.
Hindari istilah seperti metodologi kualitatif naratif eksplanatif dengan triangulasi data sekunder. Ubah jadi: “Kami melakukan wawancara mendalam dengan beberapa narasumber dan menggabungkannya dengan data yang sudah tersedia.”
Gunakan analogi, contoh sehari-hari, atau metafora ringan yang membantu audiens memahami konsep rumit.
Ceritakan proses penelitianmu: apa masalahnya, siapa yang terdampak, bagaimana kamu mencarinya, dan apa temuan menariknya.
Tambahkan visual: infografik, diagram sederhana, ilustrasi, atau bahkan video pendek. Visualisasi membuat riset lebih hidup dan menarik.
Ada banyak cara mengkomunikasikan hasil penelitian kepada publik, tergantung siapa targetnya. Beberapa media yang bisa digunakan:
Media massa: tulis opini, esai populer, atau wawancara dengan jurnalis.
Media sosial: rangkum riset dalam thread Twitter, carousel Instagram, atau video singkat.
Podcast atau webinar: diskusikan topik penelitian secara santai dan interaktif.
Infografik dan leaflet: cocok untuk disebar di acara komunitas atau pameran.
Video dokumenter pendek: jika risetmu berdampak besar, pertimbangkan membuat video 3–5 menit.
Website institusi atau blog pribadi: tempat ideal untuk menjelaskan lebih detail hasil penelitianmu dalam bahasa non-akademik.
Kalau kamu masih bingung menyederhanakan hasil penelitianmu, kamu bisa bekerja sama dengan jurnalis sains, desainer visual, atau pengelola media edukasi.
Kolaborasi ini bisa menjembatani kesenjangan antara bahasa akademik dan bahasa publik.
Untuk inspirasi, berikut dua contoh penerapan cara mengkomunikasikan hasil penelitian kepada publik yang sukses:
Sebuah tim riset menyelidiki dampak polusi udara di kawasan padat penduduk. Mereka bekerja sama dengan komunitas sekolah dan membuat komik edukasi. Hasilnya? Anak-anak jadi paham dan ikut kampanye sadar udara bersih.
Alih-alih hanya mempresentasikan data grafik, tim peneliti mengemas hasilnya menjadi video dokumenter pendek dan menyebarkannya lewat YouTube. Responnya luas, bahkan diliput oleh media nasional.
Cara mengkomunikasikan hasil penelitian kepada publik bukan hanya satu kali lalu selesai. Jadikan ini bagian dari strategi jangka panjang. Beberapa langkah yang bisa kamu lakukan:
Bangun reputasi sebagai peneliti yang terbuka berbicara di media
Aktif menulis di blog atau platform edukatif
Jadikan hasil penelitian sebagai bahan ajar atau diskusi publik
Rancang ulang konten lama menjadi format baru (artikel jadi podcast, atau infografik dari laporan)
Semakin sering kamu menyampaikan hasil risetmu, makin besar peluang dampaknya terasa.
Setelah kamu melakukan berbagai upaya, ukur efektivitasnya. Beberapa indikator yang bisa digunakan:
Jumlah audiens yang terjangkau
Feedback yang diterima (komentar, diskusi, undangan presentasi)
Publikasi media massa yang menampilkan risetmu
Kebijakan atau aksi nyata yang merespons hasil penelitian
Jumlah unduhan, tayangan video, atau share di media sosial
Komunikasi yang baik tidak hanya tentang didengar, tapi juga tentang menginspirasi tindakan.
Mengomunikasikan hasil riset bukan tugas tambahan, tapi bagian penting dari proses penelitian itu sendiri. Riset yang hebat tapi tidak diketahui publik sama saja seperti lampu yang dibiarkan menyala di ruangan kosong. Dengan kamu memahami cara mengkomunikasikan hasil penelitian kepada publik, kamu bisa menjangkau lebih banyak orang, menyebarkan manfaat ilmu pengetahuan, dan membuktikan bahwa sains bukan hanya untuk ruang kelas, tapi untuk kehidupan nyata.
1. Apakah harus selalu pakai media sosial untuk komunikasi hasil riset?
Tidak selalu. Gunakan media yang sesuai dengan audiens dan kemampuan tim kamu. Media sosial hanya salah satu pilihan.
2. Apakah hasil riset boleh disederhanakan? Nanti salah paham?
Penyederhanaan boleh, asalkan tidak mengubah makna. Fokuskan pada poin utama yang ingin disampaikan.
3. Siapa yang bisa membantu saya mengkomunikasikan hasil riset?
Kamu bisa bekerja sama dengan jurnalis, desainer grafis, atau komunikator sains untuk membantu menyederhanakan dan menyebarkan pesanmu.
4. Bagaimana jika penelitian saya terlalu teknis?
Gunakan analogi, kisah nyata, atau dampak praktis untuk membantu menjembatani antara teknis dan pemahaman awam.
5. Apa indikator bahwa komunikasi riset saya berhasil?
Respons publik, undangan bicara, liputan media, atau terjadinya perubahan sosial atau kebijakan adalah indikator keberhasilan.