
Mengapa jurnal ilmiah harus lebih terbuka untuk non-akademisi? Pertanyaan ini semakin relevan di era keterbukaan informasi. Ketika hasil riset hanya berputar di kalangan akademik, publik kehilangan kesempatan untuk mengakses ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
Pembukaan akses jurnal ilmiah untuk masyarakat umum bukan hanya tentang keadilan informasi, tetapi juga tentang memperluas dampak riset bagi komunitas non-akademik seperti profesional industri, pembuat kebijakan, hingga masyarakat awam yang haus ilmu. Artikel ini membahas alasan, manfaat, tantangan, serta solusi untuk mendorong keterbukaan jurnal ilmiah secara lebih inklusif.
Selama ini, jurnal ilmiah identik dengan dunia akademik—ditulis oleh peneliti untuk dibaca oleh peneliti. Namun, fakta bahwa banyak penelitian dibiayai oleh dana publik menimbulkan pertanyaan penting: Mengapa masyarakat umum tidak bisa dengan mudah mengakses hasil dari penelitian yang mereka bantu danai secara tidak langsung?
Di sisi lain, banyak sektor non-akademik seperti dunia industri, bisnis, layanan kesehatan, teknologi, bahkan pendidikan informal bisa mengambil manfaat besar dari informasi dalam jurnal ilmiah. Namun karena keterbatasan akses dan bahasa yang terlalu teknis, jurnal kerap tidak menjangkau audiens yang lebih luas.
Ada beberapa alasan mengapa jurnal ilmiah sulit diakses oleh publik umum:
Ini menciptakan jurang antara pengetahuan yang diproduksi di dalam institusi akademik dan masyarakat umum yang membutuhkan informasi tersebut untuk membuat keputusan dalam hidup sehari-hari.
Membuka jurnal ilmiah kepada publik non-akademik dapat memberikan dampak positif yang luas:
Di beberapa negara maju, konsep keterbukaan jurnal sudah menjadi standar. Uni Eropa melalui inisiatif Plan S mendorong semua penelitian yang dibiayai publik untuk dipublikasikan dalam open access.
Contoh lainnya adalah PubMed Central di AS, yang menyediakan akses gratis ke ribuan artikel ilmiah di bidang kesehatan. Hal ini terbukti membantu praktisi medis dan masyarakat umum dalam mengakses informasi penting tanpa harus menjadi bagian dari universitas atau lembaga riset.
Meski terdengar ideal, keterbukaan jurnal juga menghadapi kritik, di antaranya:
Namun semua tantangan ini bisa diatasi dengan strategi yang tepat dan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah, penerbit, maupun akademisi sendiri.
Open access (OA) merupakan salah satu cara paling efektif membuka jurnal untuk non-akademisi. Melalui OA, artikel dapat diakses tanpa biaya oleh siapa pun, kapan pun, dan di mana pun.
Platform seperti Directory of Open Access Journals (DOAJ) menyediakan daftar jurnal terpercaya yang terbuka untuk umum. Hal ini menjadi pintu masuk utama bagi masyarakat luas yang ingin mencari sumber ilmiah yang kredibel.
Baca juga: Apa Itu Open Access dalam Publikasi Ilmiah?
Berikut adalah 5 tips yang dapat dilakukan untuk menjadikan jurnal ilmiah lebih terbuka untuk non-akademisi:
Jurnal ilmiah bukan hanya milik akademisi. Dalam dunia yang semakin terkoneksi, informasi yang dikurung di balik paywall atau jargon teknis berarti peluang yang hilang—bagi masyarakat, industri, dan pengambil kebijakan. Keterbukaan jurnal terhadap non-akademisi bukan sekadar idealisme, tapi kebutuhan zaman.
Dengan menerapkan strategi komunikasi sains yang inklusif dan membuka akses lewat open access, kita dapat memastikan bahwa hasil riset berdampak lebih luas. Langkah ini bukan hanya memperluas audiens, tetapi juga memperkuat relevansi dan peran sains dalam membentuk masa depan.
Jurnal ilmiah adalah publikasi yang berisi artikel hasil penelitian dari akademisi dan ilmuwan, biasanya melewati proses peer review sebelum diterbitkan.
Karena banyak jurnal berada di balik paywall, menggunakan bahasa teknis yang sulit, dan diterbitkan di platform khusus akademik.
Masyarakat bisa mengakses pengetahuan ilmiah untuk mendukung keputusan pribadi, pekerjaan, kebijakan, dan edukasi.
Tidak. Masih banyak jurnal yang berbayar, tapi tren menuju open access semakin berkembang, terutama dengan dorongan dari pemerintah dan lembaga donor.
Kunjungi situs seperti DOAJ.org, PubMed Central, atau Google Scholar dan pilih artikel yang mencantumkan “Free Full Text” atau “Open Access.”